SEJARAH ISLAM
Khalifah Abu
Bakar
Muhammad wafat tanpa meninggalkan pesan siapa yang harus menggantikannya
sebagai pemimpin umat. Beberapa kerabat Rasul berpendapat bahwa Ali bin Abu
Thalib misan dan menantu yang dipelihara Muhammad sejak kecil-yang paling
berhak. Namun sebagian kaum Anshar, warga asli Madinah, berkumpul di Balai
Pertemuan (Saqifa) Bani Saudah. Mereka hendak mengangkat Saad bin Ubadah
sebagai pemimpin umat.
Ketegangan terjadi. Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah datang untuk
mengingatkan mereka. Perdebatan terjadi, sampai dua tokoh Muhajirin dan
Anshar Abu Ubaidah dan Basyir anak Saad
membaiat Abu Bakar. Umar menyusul membaiat. Demikian pula yang lainnya.
Pertikaian selesai. Selasa malam menjelang salat Isya setelah Muhammmad
dimakamkan Abu Bakar naik ke mimbar di masjid Nabawi. Ia mengucapkan pidato
pertamanya sebagai khalifah. Pidato yang ringkas dan dan berkesan di kalangan
umat. Itu terjadi pada Juni 632, atau 11 Hijriah.
Abu Bakar adalah orang pertama di luar kerabat Rasul yang memeluk Islam. Ia
dikenal sebagai orang yang selalu membenarkan ucapan Muhammad. Ketika
orang-orang menghujat Muhammad karena mengatakan baru mengalami Isra' Mi'raj,
Abu Bakar menyatakan keyakinannya terhadap peristiwa itu. Ia menyiapkan
perjalanan serta mengawani Muhammad saat hijrah ke Madinah. Ia juga menikahkan
putrinya, Aisyah, dengan Rasul.
Namun tak berarti kepemimpinan Abu Bakar mulus. Meninggalnya Muhammad
menimbulkan pembelotan besar-besaran dari berbagai kabilah yang baru masuk
Islam. Mereka tidak lagi patuh pada pemerintahan di Madinah. Beberapa orang
malah menyatakan diri sebagai Nabi. Aswad Al-Insa di Yaman yang menyatakan diri
sebagai Nabi dan membolehkan orang tidak salat dan berzina, telah dibunuh oleh
orang dekatnya saat Rasulullah sakit. Sekarang ada Tulaihah dan Musailama yang
berbuat serupa.
Di Madinah pun, Abu Bakar berselisih pendapat dengan Fatimah, putri
Muhammad, mengenai cara pengelolaan uang negara. Keluarga Rasul termasuk Ali
bin Abu Thalib baru mengakui kepemimpinan Abu Bakar enam bulan kemudian,
setelah Fatimah wafat.
Tugas pertama yang dilakukan Abu Bakar adalah melaksanakan amanat Rasul
memberangkatkan pasukan Usama bin Zaid ke arah Palestina dan Syam. Ia sendiri
dalam usia 61 tahun kemudian memimpin tentara menggempur Tulaiha. Operasi
militernya sukses. Setelah itu, Abu Bakar membentuk 11 regu untuk menaklukkan
kabilah-kabilah yang menolak membayar zakat. Yakni dari Tihama di Laut Merah,
Hadramaut di ujung Lautan Hindia, sampai ke Oman, Bahrain, Yamama hingga Kuwait
di Teluk Persia.
Pertempuran paling sengit terjadi melawan pasukan Musailama yang memiliki
40 ribu pasukan. Tentara dari Madinah sempat hancur. Berkat kecerdikan panglima
Khalid bin Walid, mereka memukul balik lawan. Seorang tentara Khalid, Al-Barak, berhasil melompati
benteng Al-Hadikat dan membuka pintu dari dari dalam. Musailama tewas.
Pasukan Khalid kemudian bergerak ke Utara, menuju lembah Irak yang saat itu
dikuasai kerajaan besar Persia. Pada 8 Hijriah, Raja Persia Kisra merobek-robek
surat yang dikirimkan Muhammad. Rasul lalu menyebut Allah akan merobek-robek
kerajaan Persia pula. Saat itu tiba melalui tangan Khalid bin Walid yang hanya
membawa sedikit pasukan. Dalam perang di Allais tercatat 70 ribu orang tewas.
Setelah itu Kerajaan Hira pun ditaklukkan. Jadilah seluruh wilayah Irak
sekarang masuk dalam wilayah kekhalifahan Abu Bakar.
Setelah itu, Khalifah Abu Bakar mengirim 24.000 pasukan ke arah Syria, di
bawah komando empat panglima perang. Mereka bersiap menghadapi 240.000 pasukan
Romawi kekuatan terbesar di dunia pada masa itu yang diperintah Heraklius. Abu
Bakar menetapkan Yarmuk sebagai pangkalan mereka. Ia juga memerintahkan Khalid
bin Walid yang berada di wilayah Irak untuk pergi ke Yarmuk dan menjadi
Panglima Besar di situ. Sebanyak 9000 pasukan dibawanya.
Abu Bakar mencatat banyak keberhasilan. Di jazirah Arab, ia telah berhasil
menyatukan kembali umat Islam yang pecah setelah rasul wafat. Di masanya pula,
Islam mulai menyebar ke luar jazirah Arab. Meskipun demikian, ia tetap dikenal
sebagai seorang yang sederhana. Ia hidup sebagaimana rakyat. Tetap pergi
sendiri ke pasar untuk berbelanja, serta tetap menjadi imam salat di masjid
Nabawi.
Selama dua tahun tiga bulan memimpin umat, ia hanya mengeluarkan 8.000
dirham uang negara untuk kepentingan keluarganya. Jumlah yang sangat sedikit
untuk ukuran waktu itu sekalipun. Ia juga memerintahkan pengumpulan catatan
ayat-ayat Quran dari para sekretaris Rasul. Catatan-catatan itu dikumpulkan di
rumah Hafsha, putri Umar. Abu Bakar meninggal dalam usia yang hampir sama
dengan Rasul, 63 tahun
Khalifah
Umar bin Khaththab
(23-33 Hijriah/634-644 Masehi)
Pada hari-hari terakhir hidupnya, Khalifah Abu Bakar sibuk bertanya pada
banyak orang. "Bagaimana pendapatmu tentang Umar?" Hampir semua orang
menyebut Umar adalah seorang yang keras, namun jiwanya sangat baik. Setelah
itu, Abu Bakar minta Usman bin Affan untuk menuliskan wasiat bahwa penggantinya
kelak adalah Umar. Tampaknya Abu Bakar khawatir jika umat Islam akan berselisih
pendapat bila ia tak menuliskan wasiat itu.
Pada tahun 13 Hijriah atau 634 Masehi, Abu Bakar wafat dan Umar menjadi
khalifah. Jika orang-orang menyebut Abu Bakar sebagai "Khalifatur
Rasul", kini mereka memanggil Umar "Amirul Mukminin" (Pemimpin
orang mukmin). Umar masuk Islam sekitar tahun 6 Hijriah. Saat itu, ia berniat
membunuh Muhammad namun tersentuh hati ketika mendengar adiknya, Fatimah,
melantunkan ayat Quran.
Selama di Madinah, Umarlah bersama Hamzah yang paling ditakuti orang-orang
Qurais. Keduanya selalu siap berkelahi jika Rasul dihina. Saat hijrah, ia juga
satu-satunya sahabat Rasul yang pergi secara terang-terangan. Ia menantang
siapapun agar menyusulnya bila ingin "ibunya meratapi, istrinya jadi
janda, dan anaknya menangis kehilangan."
Kini ia harus tampil menjadi pemimpin semua. Saat itu, pasukan Islam tengah
bertempur sengit di Yarmuk wilayah perbatasan dengan Syria. Umar tidak
memberitakan kepada pasukannya bahwa Abu Bakar telah wafat dan ia yang sekarang
menjadi khalifah. Ia tidak ingin mengganggu konsentrasi pasukan yang tengah
melawan kerajaan Romawi itu.
Di Yarmuk, keputusan Abu Bakar untuk mengambil markas di tempat itu dan
kecerdikan serta keberanian Khalid bin Walid membawa hasil. Muslim bermarkas di
bukit-bukit yang menjadi benteng alam, sedangkan Romawi terpaksa menempati
lembah di hadapannya. Puluhan ribu pasukan Romawi baik yang pasukan Arab Syria
maupun yang didatangkan dari Yunani tewas. Lalu terjadilah pertistiwa
mengesankan itu.
Panglima Romawi, Gregorius Theodore orang-orang Arab menyebutnya
"Jirri Tudur" ingin menghindari jatuhnya banyak korban. Ia menantang
Khalid untuk berduel. Dalam pertempuran dua orang itu, tombak Gregorius patah
terkena sabetan pedang Khalid. Ia ganti mengambil pedang besar. Ketika
berancang-ancang perang lagi, Gregorius bertanya pada Khalid tentang
motivasinya berperang serta tentang Islam.
Mendengar jawaban Khalid, di hadapan ratusan ribu pasukan Romawi dan
Muslim, Gregorius menyatakan diri masuk Islam. Ia lalu belajar Islam sekilas,
sempat menunaikan salat dua rakaat, lalu bertempur di samping Khalid. Gregorius
syahid di tangan bekas pasukannya sendiri. Namun pasukan Islam mencatat
kemenangan besar di Yarmuk, meskipun sejumlah sahabat meninggal di sana. Di
antaranya adalah Juwariah, putri Abu Sofyan.
Umar kemudian memecat Khalid, dan mengangkat Abu Ubaidah sebagai Panglima
Besar pengganti. Umar khawatir, umat Islam akan sangat mendewakan Khalid. Hal
demikian bertentangan prinsip Islam. Khalid ikhlas menerima keputusan itu.
"saya berjihad bukan karena Umar," katanya. Ia terus membantu Abu
Ubaidah di medan tempur. Kota Damaskus berhasil dikuasai. Dengan menggunakan
"tangga manusia", pasukan Khalid berhasil menembus benteng Aleppo.
Kaisar Heraklius dengan sedih terpaksa mundur ke Konstantinopel, meninggalkan
seluruh wilayah Syria yang telah lima abad dikuasai Romawi.
Penguasa Yerusalem juga menyerah. Namun mereka hanya akan menyerahkan kota
itu pada pemimpin tertinggi Islam. Maka Umar pun berangkat ke Yerusalem. Ia
menolak dikawal pasukan. Jadilah pemandangan ganjil itu. Pemuka Yerusalem
menyambut dengan upacara kebesaran. Pasukan Islam juga tampil mentereng.
Setelah menaklukkan Syria, mereka kini hidup makmur. Lalu Umar dengan bajunya
yang sangat sederhana datang menunggang unta merah. Ia hanya disertai seorang
pembantu. Mereka membawa sendiri kantung makanan serta air.
Kesederhanaan Umar itu mengundang simpati orang-orang non Muslim. Apalagi
kaum Gereja Syria dan Gereja Kopti Mesir memang mengharap kedatangan Islam.
Semasa kekuasaan Romawi mereka tertindas, karena yang diakui kerajaan hanya
Gereja Yunani. Maka, Islam segera menyebar dengan cepat ke arah Memphis
(Kairo), Iskandaria hingga Tripoli, di bawah komando Amr bin Ash dan Zubair,
menantu Abu Bakar.
Ke wilayah Timur, pasukan Saad bin Abu Waqas juga merebut Ctesiphon pusat
kerajaan Persia, pada 637 Masehi. Tiga putri raja dibawa ke Madinah, dan
dinikahkan dengan Muhammad anak Abu Bakar, Abdullah anak Umar, serta Hussein
anak Ali. Hussein dan istrinya itu melahirkan Zainal Ali Abidin Imam besar
Syiah. Dengan demikian, Zainal mewarisi darah Nabi Muhammad, Ismail dan Ibrahim
dari ayah, serta darah raja-raja Persia dari ibu. Itu yang menjelaskan mengapa
warga Iran menganut aliran Syi'ah. Dari Persia, Islam kemudian menyebar ke
wilayah Asia Tengah, mulai Turkmenistan, Azerbaijan bahkan ke timur ke wilayah
Afghanistan sekarang.
Umar wafat pada tahun 23 Hijriah atau 644 Masehi. Saat salat subuh, seorang
asal Parsi Firuz menikamnya dan mengamuk di masjid dengan pisau beracun. Enam
orang lainnya tewas, sebelum Firus sendiri juga tewas. Banyak dugaan mengenai
alasan pembunuhan tersebut. Yang pasti, ini adalah pembunuhan pertama seorng
muslim oleh muslim lainnya.
Umar bukan saja seorang yang sederhana, tapi juga seorang yang berani
berijtihad. Yakni melakukan hal-hal yang tak dilakukan Rasul. Untuk pemerintah,
ia membentuk departemen-departemen. Ia tidak lagi membagikan harta pamoasan
perang buat pasukannya, melainkan menetapkan gaji buat mereka. Umar memulai
penanggalan Hijriah, dan melanjutkan pengumpulan catatan ayat Quran yang
dirintis Abu Bakar. Ia juga memerintahkan salat tarawih berjamaah.
Menurut riwayat, suatu waktu Ali terpesona melihat lampu-lampu masjid
menyala pada malam hari di bulan Ramadhan. "Ya Allah, sinarilah makam Umar
sebagaimana masjid-masjid kami terang benderang karenanya," kata Ali.
Khalifah
Utsman bin Affan
(33-45 Hijriah/644-656 Masehi).
Menjelang wafat, Umar bin Khattab berpesan. Selama tiga hari, imam masjid
hendaknya diserahkan pada Suhaib Al-Rumi. Namun pada hari keempat hendaknya
telah dipilih seorang pemimpin penggantinya. Umar memberikan enam nama. Mereka
adalah Ali bin Abu Thalib, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi
Waqas, Abdurrahman bin Auff dan Thalhah anak Ubaidillah.
Keenam orang itu berkumpul. Abdurrahman bin Auff memulai pembicaraan dengan
mengatakan siapa dia antara mereka yang bersedia mengundurkan diri. Ia lalu
menyatakan dirinya mundur dari pencalonan. Tiga orang lainnya menyusul.
Tinggallah Utsman dan Ali. Abdurrahman ditunjuk menjadi penentu. Ia lalu
menemui banyak orang meminta pendapat mereka. Namun pendapat masyarakat pun terbelah.
Imar anak Yasir mengusulkan Ali. Begitu pula Mikdad. Sedangkan Abdullah
anak Abu Sarah berkampanye keras buat Utsman. Abdullah dulu masuk Islam, lalu
balik menjadi kafir kembali sehingga dijatuhi hukuman mati oleh Rasul. Atas
jaminan Utsman hukuman tersebut tidak dilaksanakan. Abdullah dan Utsman adalah
"saudara susu".
Konon, sebagian besar warga memang cenderung memilih Utsman. Saat itu,
kehidupan ekonomi Madinah sangat baik. Perilaku masyarakat pun bergeser. Mereka
mulai enggan pada tokoh yang kesehariannya sangat sederhana dan tegas seperti
Abu Bakar atau Umar. Ali mempunyai kepribadian yang serupa itu. Sedangkan
Ustman adalah seorang yang sangat kaya dan pemurah.
Abdurrahman yang juga sangat kaya pun memutuskan Ustman sebagai khalifah.
Ali sempat protes. Abdurrahman adalah ipar Ustman. Mereka sama-sama keluarga
Umayah. Sedangkan Ali, sebagaimana Muhammad, adalah keluarga Hasyim. Sejak lama
kedua keluarga itu bersaing. Namun Abdurrahman meyakinkan Ali bahwa
keputusannya adalah murni dari nurani. Ali kemudian menerima keputusan itu.
Maka jadilah Ustman khalifah tertua. Pada saat diangkat, ia telah berusia 70 tahun. Ia lahir di Thalif pada 576
Masehi atau enam tahun lebih muda ketimbang Muhammad. Atas ajakan Abu Bakar,
Ustman masuk Islam. Rasulullah sangat menyayangi Ustman sehingga ia dinikahkan
dengan Ruqaya, putri Muhammad. Setelah Ruqayah meninggal, Muhammad menikahkan
kembali Ustman dengan putri lainnya, Ummu Khulthum.
Masyarakat mengenal Ustman sebagai dermawan. Dalam ekspedisi Tabuk yang
dipimpin oleh Rasul, Ustman menyerahkan 950 ekor unta, 50 kuda dan uang tunai
1000 dinar. Artinya, sepertiga dari biaya ekspedisi itu ia tanggung seorang
diri. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Ustman juga pernah memberikan gandum
yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di
musim kering itu.
Di masanya, kekuatan Islam melebarkan ekspansi. Untuk pertama kalinya,
Islam mempunyai armada laut yang tangguh. Muawiyah bin Abu Sofyan yang
menguasai wilayah Syria, Palestina dan Libanon membangun armada itu. Sekitar
1.700 kapal dipakainya untuk mengembangkan wilayah ke pulau-pulau di Laut
Tengah. Siprus, Pulau Rodhes digempur. Konstantinopel pun sempat dikepung.
Namun, Ustman mempunyai kekurangan yang serius. Ia terlalu banyak
mengangkat keluarganya menjadi pejabat pemerintah. Posisi-posisi penting
diserahkannya pada keluarga Umayah. Yang paling kontroversial adalah
pengangkatan Marwan bin Hakam sebagai sekretaris negara. Banyak yang curiga,
Marwan-lah yang sebenarnya memegang kendali kekuasaan di masa Ustman.
Di masa itu, posisi Muawiyah anak Abu Sofyan mulai menjulang menyingkirkan
nama besar seperti Khalid bin Walid. Amr bin Ash yang sukses menjadi Gubernur
Mesir, diberhentikan diganti dengan Abdullah bin Abu Sarah keluarga yang paling
aktif berkampanye untuk Ustman dulu. Usman minta bantuan Amr kembali begitu
Abdullah menghadapi kesulitan. Setelah itu, ia mencopot lagi Amr dan memberikan
kembali kursi pada Abdullah.
Sebagai Gubernur Irak, Azerbaijan dan Armenia, Ustman mengangkat saudaranya
seibu, Walid bin Ukbah menggantikan tokoh besar Saad bin Abi Waqas. Namun Walid
tak mampu menjalankan pemerintahan secara baik. Ketidakpuasan menjalar ke
seluruh masyarakat. Bersamaan dengan itu, muncul pula tokoh Abdullah bin Sabak.
Dulu ia seorang Yahudi, dan kini menjadi seorang muslim yang santun dan saleh.
Ia memperoleh simpati dari banyak orang.
Abdullah berpendapat bahwa yang paling berhak menjadi pengganti Muhammd
adalah Ali. Ia juga menyebut bakal adanya Imam Mahdi yang akan muncul
menyelamatkan umat di masa mendatang sebuah konsep mirip kebangkitan Nabi Isa
yang dianut orang-orang Nasrani. Segera konsep itu diterima masyarakat di
wilayah bekas kekuasaan Persia, di Iran dan Irak. Pengaruh Abdullah bin Sabak
meluas. Ustman gagal mengatasi masalah ini secara bijak. Abdullah bin Sabak
diusir ke Mesir. Abu Dzar Al-Ghiffari, tokoh yang sangat saleh dan dekat dengan
Abdullah, diasingkan di luar kota Madinah sampai meninggal.
Beberapa tokoh mendesak Ustman untuk mundur. Namun Ustman menolak. Ali
mengingatkan Ustman untuk kembali ke garis Abu Bakar dan Umar. Ustman merasa
tidak ada yang keliru dalam langkahnya. Malah Marwan berdiri dan berseru siap
mempertahankan kekhalifahan itu dengan pedang. Situasai tambah panas. Pada
bulan Zulkaedah 35 Hijriah atau 656 Masehi, 500 pasukan dari Mesir, 500 pasukan
dari Basrah dan 500 pasukan dari Kufah bergerak. Mereka berdalih hendak
menunaikan ibadah haji, namun ternyata mengepung Madinah.
Ketiganya bersatu mendesak Ustman yang ketika itu telah berusia 82 tahun
untuk mundur. Dari Mesir mencalonkan Ali, dari Basrah mendukung Thalhah dan
dari Kufah memilih Zubair untuk menjadi khalifah pengganti. Ketiganya menolak,
dan malah melindungi Ustman dan membujuk para prajurit tersebut untuk pulang.
Namun mereka menolak dan malah mengepung Madinah selama 40 hari. Suatu malam
mereka malah masuk untuk menguasai Madinah. Ustman yang berkhutbah mengecam
tindakan mereka, dilempari hingga pingsan.
Ustman membujuk Ali agar meyakinkan para pemberontak. Ali melakukannya asal Ustman tak lagi menuruti kata-kata
Marwan. Ustman bersedia. Atas saran Ali, para pemberontak itu pulang. Namun
tiba-tiba Ustman, atas saran Marwan, menjabut janjinya itu. Massa marah.Pemberontak
balik ke Madinah. M
Muhammad anak Abu Bakar siap mengayunkan pedang. Namun tak jadi
melakukannya setelah ditegur Ustman. Al Ghafiki menghantamkan besi ke kepala
Ustman, sebelum Sudan anak Hamran menusukkan pedang. Pada tanggal 8 Zulhijah 35
Hijriah, Ustman menghembuskan nafas terakhirnya sambil memeluk Quran yang
dibacanya. Sejak itu, kekuasaan Islam semakin sering diwarnai oleh tetesan
darah.
Ustman juga membuat langkah penting bagi umat. Ia memperlebar bangunan
Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid Al-Haram di Mekah. Ia juga menyelesaikan
pengumpulan naskah Quran yang telah dirintis oleh kedua pendahulunya. Ia
menunjuk empat pencatat Quran, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin
Ash, dan Abdurrahman bin Harits, untuk memimpin sekelompok juru tulis. Kertas
didatangkan dari Mesir dan Syria. Tujuh Quran ditulisnya, Masing-masing dikirim
ke Mekah, Damaskus, San'a, Bahrain, Basrah, Kufah dan Madinah.
Di masa Ustman, ekspedisi damai ke Tiongkok dilakukan. Saad bin Abi Waqqas
bertemu dengan Kaisar Chiu Tang Su dan sempat bermukim di Kanton.
Khalifah
Ali bin Abu Thalib
(35-41 Hijriah/655-661 Masehi)
Utsman bin Affan wafat. Warga Madinah dan tiga pasukan dari Mesir, Basrah
dan Kaufah bersepakat memilih Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah baru. Menurut
riwayat, Ali sempat menolak penunjukan itu . Namun semua mendesak untuk
memimpin umat. Pembaitan Ali pun berlangsung di masjid Nabawi.
Ali adalah salah seorang sahabat paling dekat dengan Rasul. Sewaktu kecil,
Muhammad diasuh oleh Abu Thalib pamannya yang juga ayah Ali. Setelah berumah
tangga dan melihat Abu Thalib hidup kekurangan, Muhammad memelihara Ali di
rumahnya. Ali dan Zaid bin Haritsah anak angkat Muhammad adalah orang pertama
yang memeluk Islam, setelah Khadijah. Mereka selalu salat berjamaah.
Kecerdasan dan keberanian Ali sangat menonjol di lingkungan Qurais. Saat
anak-anak, ia telah menantang tokoh-tokoh Qurais yang mencemooh Muhammad.
Ketika Muhammad hijrah dan kaum Qurais telah menghunus pedang untuk
membunuhnya, Ali tidur di tempat tidur Muhammad serta mengenakan mantel yang
dipakai Rasul itu.
Di medan perang, dia adalah petempur yang sangat disegani. Baik di perang
Badar, Uhud hingga Khandaq. Namanya semakin sering dipuji setelah ia berhasil
menjebol gerbang benteng Khaibar yang menjadi pertahanan terakhir Yahudi.
Menjelang Rasul menunaikan ibadah haji, Ali ditugasi untuk melaksanakan misi
militer ke Yaman dan dilakukannya dengan baik.
Mengenai kecerdasannya, Muhammad pernah memuji Ali dengan kata-kata:
"Saya adalah ibukota ilmu dan Ali adalah gerbangnya." Kefasihan
bicara Ali dipuji oleh banyak kalangan. Rasul kemudian menikahkan Ali dengan
putri bungsunya, Fatimah. Setelah Fatimah wafat, Ali menikah dengan Asmak janda
yang dua kali ditinggal mati suaminya, yakni Ja'far (saudara Ali) dan khalifah
Abu Bakar.
Sebagai khalifah ia mewarisi pemerintahan yang sangat kacau. Juga
ketegangan politik akibat pembunuhan Utsman. Keluarga Umayah menguasai hampir
semua kursi pemerintahan. Dari 20 gubernur yang ada, hanya Gubernur Irak Abu
Musa Al-Asyari-yang bukan keluarga Umayah. Mereka menuntut Ali untuk mengadili
pembunuh Utsman. Tuntutan demikian juga banyak diajukan tokoh netral seperti
janda Rasulullah Aisyah, juga Zubair dan Thalhah dua orang pertama yang masuk
Islam seperti Ali.
Beberapa orang menuding Ali terlalu dekat dengan para pembunuh itu. Ali
menyebut pengadilan sulit dilaksanakan sebelum situasi politik reda. Ia
bermaksud menyatukan negara lebih dahulu. Untuk itu, ia mendesak Muawiyah bin
Abu Sofyan Gubernur Syam yang juga pimpinan keluarga Umayah untuk segera
berbaiat kepadanya.
Muawiyah menolak berbaiat sebelum pembunuh Ustman dihukum. Ali siap
menggempur Muawiyah. Sejumlah sahabat penting seperti Mughairah, Saad bin Abi
Waqas, Abdullah anak Umar menyarankan Ali menunda serangan itu. Begitu juga
sepupu Ali, Ibnu Abbas. Tapi Ali berkeras, sehingga Ibnu Abbas mengeritiknya:
"Anda ini benar-benar panglima perang, bukan negarawan."
Ali segera menyusun pasukan. Ia berangkat ke Kufah, wilayah yang
masyarakatnya mendukung Ali. Ia tinggalkan ibukota Madinah sepenuhnya, bahkan
seterusnya, untuk langsung memimpin perang. Hal yang tak lazim dilakukan para
pemimpin negara. Setahun sudah berlalu, pembunuh Ustman belum ditindak.
Langkah ini makin mengundang kritik dari kelompok Aisyah. Aisyah, Thalhah
dan Zubair lalu memimpin 30 ribu pasukan dari Mekah. Pasukan Ali yang semula
diarahkan ke Syam terpaksa dibelokkan untuk menghadapi Aisyah. Terjadilah
peristiwa menyedihkan itu: perang antar Muslim.
Aisyah memimpin pasukannya dalam tandu tertutup di atas unta. Banyak
pasukan juga mengendarai unta. Maka perang itu disebut Perang Unta. Sekitar 10
ribu orang tewas dalam perang sesama Muslim ini. Aisyah tertawan setelah
tandunya penuh anak panah. Zubair tewas dibunuh di waha Al-Sibak. Thalhah
terluka di kaki dan meninggal di Basra.
Kesempatan pun
dimanfaatkan oleh Muawiyah. Ia menggantungkan jubah Ustman yang berlumur darah,
serta potongan jari istri Ustman, di masjid Damaskus untuk menyudutkan Ali.
Pihaknya bahkan menuding Ali sebagai otak pembunuhan Ustman. Muawiyah berhasil
menarik Amru bin Ash ke pihaknya.
Amru seorang politisi ulung yang sangat disegani. Ia
diiming-imingi menjadi Gubernur Mesir. Abdullah, anak Amru yang saleh,
menyarankan ayahnya untuk menolak ajakan Muawiyah. Namun Muhammad anaknya yang
suka politik menyarankan Amru mengambil kesempatan. Amru tergoda. Ia mendukung
Muawiyah untuk menjadi khalifah tandingan.
Kedua pihak bertempur
di Shiffin, hulu Sungai Eufrat di perbatasan Irak Syria. Puluhan ribu Muslim
tewas. Di pihak Ali, korban sebanyak 35 ribu di pihak Muawiyah 45 ribu. Dalam
keadaan terdesak, pihak Muawiyah bersiasat. Atas usulkan Amru, mereka mengikat
Quran di ujung tombak dan mengajak untuk "berhukum pada Quran."
Pihak Ali terbelah.
Sebagian berpendapat, seruan itu harus dihormati. Yang lain menyebut itu hanya
cara Muawiyah untuk menipu menghindari kalah. Ali mengalah. Kedua pihak
berunding. Amru bin Ash di pihak Muawiyah, Abu Musa yang dikenal sebagai
seorang saleh dan tak suka politik di pihak Ali. Keduanya sepakat untuk
"menurunkan" Ali dan Muawiyah. Namun Amru kembali mengingkari
kesepakatannya.
Situasi yang tak
menentu itu membuat marah Hurkus komandan pasukan Ali yang berasal dari
keluarga Tamim. Hurkus adalah seorang yang lurus dan keras. Caranya memandang
masalah selalu "hitam putih". Karena cara berpikirnya yang sempit, ia
pernah menggugat Rasulullah. Sekarang ia menganggap Muawiyah maupun Ali
melanggar hukum Allah. "Laa hukma illallah (tiada hukum selain
Allah)," serunya. Pelanggar hukum Allah boleh dibunuh, demikian
pendapatnya.
Kelompok Hurkus segera
menguat. Orang-orang menyebut kelompok radikal ini sebagai "khawarij"
(barisan yang keluar). Mereka
menyerang dan bahkan membunuh orang-orang yang berbeda pendapat dengannya.
Pembunuhan berlangsung di beberapa tempat. Mereka berpikir, negara baru akan
dapat ditegakkan jika tiga orang yang dianggap penyebab masalah, yakni Ali,
Muawiyah dan Amru dibunuh.
Hujaj bertugas membunuh Muwawiyah di Damaskus, Amru bin Abu Bakar membunuh
Ambru bin Ash di Mesir dan Abdurrahman membunuh Ali di Kufah. Muawiyah yang
kini hidup dengan pengawalan ketat bagai raja hanya terluka. Amru bin Abu Bakar
salah bunuh orang imam yang menggantikan Amru bin Ash. Di Kaufah, Ali tengah
berangkat ke masjid ketika diserang dengan pedang. Dua hari kemudian ia wafat.
Peristiwa itu terjadi pada Ramadhan 40 Hijriah atau 661 Masehi.
Berakhirlah model kepemimpinan Islam untuk negara yang dicontohkan Rasulullah.
Muawiyah lalu menggunakan model "kerajaan" pemerintahan negara Islam.
Ibukota pun dipindah dari Madinah ke Damaskus.
Daulat
Abbasiyah I
(750-1258 Masehi)
Ini dinasti berusia paling panjang dalam sejarah Islam. Muhammad al-Saffah
atau Abu Abbas berhasil merebut kekuasaan dari Bani Umayah pada 750 Masehi. Ia
memanfaatkan ketidakpuasan orang-orang Islam non Arab, kalangan Syiah serta
keluarganya sendiri, Keluarga Hasyim. Ia membangun kekuasaan itu bersama Abu
Muslim dari Khurasan. Maka yang dilakukannya adalah mengurangi pengaruh Arab di
pemerintahan.
Hanya empat tahun Abu
Abbas memerintah. Ia meninggal. Khalifah berikutnya adalah Abu Ja'far
(754-775). Dialah khalifah pertama menggunakan gelar. Untuk dirinya sendiri, ia
menggunakan gelar Al-Mansyur. Pemerintahannya banyak mengakomodasi kepentingan
masyarakat Persia. Ibukota negara bahkan dipindahkan ke tepi Sungai Tigris
dekat Ctesiphon, ibukota Kekaisaran Persia dulu.
Disebutkan, Al-Mansyur melakukan survei mendalam untuk penentuan lokasi ibukota.
Dia mengirim staf untuk tinggal di sana guna membuat laporan keadaan wilayah
itu di berbagai musim. Ia disebut mendatangkan sekitar 100.000 pekerja dari
berbagai daerah Kufah, Basrah, Mosul maupun Syria untuk menjadi arsitek, tukang
bangunan, juru pahat, pelukis untuk membangun tempat yang dulu dipakai sebagai
peristirahatan Kaisar Kisra Anusyirwan. Sekitar tahun 762 Masehi, lahirlah kota
Baghdad sebagai salah satu kota termegah di dunia saat itu.
Al-Mansyur dianggap sebagai tonggak pembangun kejayaan Abbasiyah. Namun itu
dilakukannya dengan tangan besi pula. Abdullah dan Shalih bin Ali, dua orang
pamannya yang menolak berbaiat untuknya, dibunuh Abu Muslim atas suruhannya.
Abu Muslim sendiri kemudian ia bunuh. Untuk militer, ia kembali melakukan ekspansi
untuk menguasai kembali wilayah-wilayah Bani Umayah dulu. Ia mengenalkan konsep
'wazir' yang sekarang diistilahkan sebagai perdana menteri. Jawatan pos diberi
tugas intelejen termasuk mengawasi para gubernur.
Di sisi lain, Baghdad dibangunnya sebagai pusat peradaban. Ilmu dan
kesenian dikembangkan. Di Kufah, di masa Al-Mansyur, imam Abu Hanifah (700-767)
diberinya tempat yang baik. Abu Hanifah berkesempatan untuk merumuskan
hukum-hukum Islam, yang kemudian dikenal sebagai mazhab Hanafi. Sebuah mazhab
yang sangat dipengaruhi kecenderungan kalangan intelektual muslim di Kufah:
kuat dalam rasionalitas.
Kemakmuran masyarakat terwujud pada masa khalifah Al-Mahdi (775-785).
Program irigasi berhasil meningkatkan produksi pertanian berlipat kali. Jalur
perdagangan dari Asia Tengah dan Timur hingga Eropa melalui wilayah
kekhalifahan Abbasiyah berjalan pesat. Pertambangan emas, perak, besi dan
tembaga, berjalan dengan baik. Basrah di Teluk Persia tumbuh menjadi satu
pelabuhan terpenting di dunia.
Bersamaan dengan itu, ilmu pengetahuan tumbuh subur. Di Madinah, Imam Malik
(713-795) juga menyusun fikih atau hukum Islam. Ia tak seperti Hanafi. Ia
banyak menggunakan hadis secara langsung serta tradisi masyarakat Madinah.
Puncak peradaban Islam terjadi pada masa Harun Al-Rasyid (786-809). Bukan hanya
kemakmurn masyarakat yang dicapai, namun juga pendidikan, kebudayaan, sastra
dan lain-lain.
Harun Al-Rasyid membangun rumah-rumah sakit, sekolah kedokteran, serta
farmasi. Saat itu, diperkirakan terdapat 800 orang dokter. Ia juga membangun
pemandian-pemandian umum. Istrinya membangun saluran air dari Taif untuk
memenuhi kebutuhan air di Mekah yang tak cukup dipenuhi oleh sumur zamzam.
"Masa keemasan" ini dilanjutkan oleh Al-Ma'mun (813-833). Dia
mendirikan banyak sekolah. Berbagai buku Yunani diterjemahkannya ke bahasa
Arab. Ia mendirikan pula "Bait Al-Hikmah" perpustakan sekaligus
perguruan tinggi. Di masanya, Imam Syafi'i (767-820) serta Imam Ahmad bin
Hanbal (780-855) juga menulis kitab fikih yang kemudian menjadi mazhab sendiri.
Mazhab dengan pendekatan yang berada di antara mazhab Hanafi dan Maliki.
Pemikir Islam yang mengedepankan rasionalitas, yang dikenal dengan sebutan
Mu'tazilah, yakni Abu Huzail (752-849) dan Al-Nazam (801-835) juga melempar
gagasannya pada periode ini.
Hingga khalifah Al-Mutawakkil (847-861), Daulat Abbasiyah masih menampakkan
kebesarannya. Namun, dalam politik, Al-Mutawakkil mulai membuat sejumlah
perubahan. Ia lebih berorientasi pada orang-orang Turki dibanding Persia. Paham
keagamaan negara pun ia ubah. Khalifah Al-Ma'mun menggunakan paham rasional
mu'tazilah untuk negara. Al-Mutawakil mencabut paham itu, dan menggunakan
aliran 'salaf' dari mazhab Hambali.
Daulat
Abbasiyah II
(750-1258 Masehi)
Tak banyak terkisahkan pada sejarah Daulat Abbasiyah akhir Abad 9 dan awal
Abad 10. Terutama sejak Khalifah Al-Mutawakkil meninggal pada 861 Masehi.
Riwayat hanya menyebut bahwa pemerintahan Baghdad terus dikuasai oleh para
panglima militer berdarah Turki. Para panglima itu yang mengangkat khalifah
dari keturunan khalifah-khalifah terdahulu. Namun mereka hanya dijadikan
simbol.
Badri Yatim dalam "Sejarah Peradaban Islam" mencatat adanya 12
khalifah saat Daulat Abbasiyah dikuasai para panglima militer Turki. Hanya
empat khalifah yang diganti karena meninggal secara wajar. Delapan lainnya
diturunkan secara paksa oleh militer, bahkan juga dibunuh. Keadaan ini
menjadikan wibawa Dinasti Abbasiyah semakin merosot. Satu per satu wilayah
melepaskan diri dari kendali pusat.
Simbol-simbol peradaban, seperti ilmu pengetahuan, kesenian dan sastra,
tidak lagi berkembang. Satu-satunya paham keagamaan yang tumbuh pada masa ini
adalah pemikiran Abu Hasan Al-Asy'ari (873-935), yang kerap disebut aliran
tradisional dalam teologi. Al-Asy'ari sempat belajar paham mu'tazilah yang
banyak dipengaruhi oleh logika Yunani. Ia lalu mengkritisi paham tersebut
dengan mengambil pendekatan tekstual dan tradisi. Sejarah pemikiran Islam kemudian
banyak diwarnai tarik-menarik kedua pendekatan tersebut, sampai sekarang.
Wibawa kekhalifahan Abbasiyah bangkit kembali setelah kekuasaan di tangan
keluarga Buwaih. Khalifah, lagi-lagi hanya menjadi simbol sebagaimana Kaisar
Jepang di era Tokugawa. Ketika wazir (perdana menteri) dan militer bertikai,
khalifah menyerahkan kekuasaan pada tiga kakak beradik Ali, Hasan dan Ahmad
anak Abu Syuja' Buwaih, nelayan miskin dari Dailam. Ahmad memegang kendali di
Baghdad, Ali menguasai wilayah Persia Selatan yang berpusat di Syiraz. Hasan berkuasa di Persia Utara, termasuk kota Ray
dan Isfahan.
Di awal masa Bani Buwaih (945-1055), kemakmuran kembali berkembang di
wilayah kekhalifahan Abbasiyah. Pembangunan
gedung pun semarak. Industri karpet berkembang pesat. Intelektual bermunculan.
Antara lain Ibnu Sina (980-1037), penulis Qanun fi Al-Thibb yang menjadi
rujukan ilmu kedokteran Barat sampai Abad 19. Juga Al-Farabi yang wafat pada
950 Masehi dan Al-Maskawaih (wafat 1030 Masehi). Namun dalam keagamaan, terjadi
kerancuan paham. Kekhalifahan menganut paham Sunni, sedangkan Bani Buwaih
berpaham Syi'ah.
Lagi-lagi pertikaian keluarga, membuat kekuatan Bani Buwaih merosot.
Kekhalifahan Abbasiyah kehilangan pamor lagi. Di Mesir, berdiri Kesultanan
Fathimiyah. Di Afghanistan, keluarga Ghaznawiyah memerdekakan diri. Kemudian
muncul dinasti Seljuk yang berawal dari kabilah-kabilah kecil di Turkistan yang
berhasil dipersatukan oleh Seljuk anak Tuqaq. Pemimpin Seljuk kemudian Thugrul
Beq, berhasil merebut beberapa wilayah kekhalifahan Abbasiyah. Tak seperti Bani
Buwaih, mereka menganut paham Sunni.
Atas undangan Khalifah Qaim, Thugrul Bek memasuki Baghdad. Para
keturunannya kemudian menyetir kekuasaan di Baghdad. Banyak keluarga Seljuk
lainnya membangun kekuasaan kecil-kecil di luar Baghdad. Sejarah mencatat masa
terpenting kekuasaan Seljuk terjadi pada kepemimpinan Alp Arselan (1063-1072).
Khalifah masa itu adalah Sultan Maliksyah, dengan Nizham Al-Mulk sebagai
Perdana Menteri.
Nizham membangun
Universitas Nizhamiyah pada 1065 di Baghdad. Inilah yang disebut model pertama
universitas yang kini dikenal dunia. Di berbagai kota di Irak dan Khurasan
didirikan cabang universitas ini. Nizham juga membangun Madrasah Hanafiah. Ilmu
pengetahuan berkembang dengan pesat. Banyak intelektual lahir pada masa ini.
Diantaranya Zamakhzyari di bidang tafsir dan teologi, Qusyairi di bidang
tafsir, Imam Al-Ghazali sebagai tokoh tasawuf, juga sastrawan Fariduddin Attar
dan Omar Kayam.
Di militer, 15.000 pasukan Alp Arselan mengalahkan pasukan gabungan Romawi,
Perancis dan Armenia. Sepeninggal Arselan, pasukan itu malah merebut kota
Yerusalem dari Dinasti Fathimiyah pada 471 Hijrah, atau 1078 Masehi. Inilah
peristiwa yang menyulut terjadinya Perang Salib.
Waktu berlalu. Kekhalifahan melemah. Hampir setiap propinsi melepaskan
diri. Pada 1199, kekuasaan Keluarga Seljuk di Baghdad berakhir. Para khalifah
keturunan Abbas masih melanjutkan kepemimpinan negara. Namun hanya terbatas di
sekitar Baghdad. Pada 1258, tiba-tiba sekitar 200 ribu pasukan Mongol muncul di
bibir kota Baghdad di bawah komando Hulagu Khan. Khalifah Al-Mu'tashim
menyerah.
Ia menyangka Hulagu Khan hendak menikahkan anak perempuannya dengan Abu
Bakar, putra khalifah. Maka khalifah dan seluruh pembesar istana datang ke
kemah Hulagu membawa berbagai hadiah. Di tempat itulah, Hulagu memenggal leher
khalifah dan seluruh pengikutnya satu per satu. Kota Baghdad dihancurkan.
Seluruh kegemilangan yang dibangun oleh Al-Mansyur, dan kemudian juga oleh
Harun Al-Rasyid itu luluh lantak. Baghdad kembali rata dengan tanah.
Daulat
Umayah I
(661-750 Masehi)
Ini adalah periode pemerintahan Islam di bawah kekuasaan Keluarga Umayah.
Para ahli sejarah menunjuk kekuasaan ini berawal pada tahun 40 Hijriah atau 661
Masehi. Pendiri dinasti ini adalah Muawiyah anak Abu Sofyan. Abu Sofyan adalah
pemimpin Mekah yang menentang Rasul. Ia masuk Islam setelah kota Mekah
ditaklukkan oleh pasukan Islam dari Madinah.
Muawiyah semula adalah Gubernur Syria berkedudukan di Damaskus. Ia
memberontak pada Khalifah Ali bin Abu Thalib, sampai Ali wafat dibunuh orang
Khawarij. Pengikut Ali kemudian mengangkat Hasan -anak Ali-sebagai khalifah
baru. Namun Hasan, yang tak ingin konflik, lalu mengikat perjanjian damai
dengan Muawiyah. Jadilah Muawiyah penguasa tunggal masyarakat muslim waktu itu.
Muawiyah memindah ibukota negara dari Madinah ke Damaskus. Ia juga
mengganti sistem pemerintahan. Hingga masa Ali, pemimpin negara berlaku sebagai
seorang biasa. Tinggal di rumah sederhana, menjadi imam masjid, dan memenuhi
kebutuhan sendiri secara biasa. Muawiyah meniru sistem kerajaan untuk dirinya.
Ia hidup bagai raja dalam benteng, bergelimang kemewahan, bepengawalan lengkap
dengan kekuasaan mutlak. Untuk jabatannya, ia menyebut diri sebagai
"khalifatullah" ("wakil" Allah di bumi) istilah yang banyak
dipakai para sultan kemudian.
Banyak yang diperbuat
oleh Dinasti Umayah. Antara lain dengan membangun dinas pos termasuk penyediaan
kuda dan perlengkapannya. Mereka juga mengangkat Qadi atau hakim sebagai
profesi. Khalifah Abdul Malik mencetak uang sendiri dengan menggunakan tulisan
Arab sebagai pengganti uang Byzantium dan Persia. Administrasi pemerintahan
dibenahi. Bahasa Arab ditetapkan sebagai bahasa resmi pemerintahan.
Langkah ini
dilanjutkan oleh anak Abdul Malik, Walid (705-715 Masehi). Ia membangun
panti-panti asuhan untuk orang-orang cacat. Pekerja untuk rumah-rumah tersebut
dibayarnya sebagai pegawai. Walid juga membangun infrastruktur berupa
jalan-jalan raya yang menghubungkan antar wilayah. Selain itu ia juga membangu
gedung-gedung pemerintah, masjid-masjid, bahkan juga pabrik. Di masanya,
masyarakat mencapai puncak kemakmurannya.
Namun khalifah yang
paling banyak dipuji adalah Umar bin Abdul Aziz (717-720). Ibunya adalah cucu
Umar bin Khattab. Ia lebih menekankan pembangunan moral dan sosial dibanding
fisik. Ia menolak jika dipilih menjadi khalifah semata karena dirinya anak
khalifah. Ia bahkan merangkul musuh-musuh Dinasti Umayah, termasuk kelompok
Syi'ah, untuk memilih khalifah yang baru. Sampai kemudian semua sepakat untuk
memilihnya sebagai khalifah.
Umar memberikan
kebebasan beribadah kepada masyarakat dari semua kelompok agama. Pajak yang
membenani masyarakat pun ia peringan. Ia juga disukai orang-orang non-Arab atau
'mawali'. Sebelum masa Umar bin Abdul Aziz, warga non-Arab dianggap sebagai
"warga kelas dua". Umar mensejajarkan bangsa apapun tanpa kecuali.
Dalam kehidupan
sehari-hari, Umar bin Abdul Aziz mewarisi sikap kakek buyutnya, Umar bin
Khattab. Bedanya Umar bin Khattab dikenal sebagai seorang bertemperamen keras,
sedangkan Umar bin Abdul Aziz adalah seorang yang lembut. Kesederhanaannya akan
selalu dikisahkan sepanjang sejarah. Di antaranya adalah ketika ia suatu
malam-bekerja di ruangannya yang berpenerangan lampu. Lalu anaknya datang minta
izin untuk bicara dengannya. Umar bertanya, pembicaraannya itu untuk keperluan
negara atau keluarga. "Urusan keluarga," kata anaknya. Umar lalu
mematikan lampu itu. Lampu tersebut dinyalakan dengan minyak yang dibiayai
negara.
Ia tak mau urusan
keluarga menggunakan lampu dengan minyak negara. Sayang, Umar tidak lama
memimpinn negara. Tiga tahun setelah diangkat, ia wafat. Setelah Umar, para
khalifah lebih banyak hidup bergelimang kemewahan. Moralitas mereka jatuh.
Kepercayaan rakyat merosot tajam. Khalifah Hisyam anak Abdul Malik berusaha
mengatasi itu. Namun keadaan telanjur tak terkendali. Pada tahun 750 Masehi,
setelah sekitar 90 tahun berkuasa, Daulat Umayah pun runtuh.
Daulat Umayah II
(661-750 Masehi)
Kekuasaan yang dibangun Muawiyah bagi Daulat Umayah
diawali dengan noda hitam. Pemberontakan Muawiyah terhadap Khalifah Ali yang
melahirkan Perang Shiffin menyebabkan sekitar 80 ribu orang tewas. Badri Yatim,
dalam buku 'Sejarah Peradaban Islam' menyebut: "Kekhalifahan Muawiyah
diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan
atau suara terbanyak." Praktek yang bertolak belakang dengan nilai Islam
sebenarnya.
Muawiyah menunjuk anaknya, Yazid, sebagai penggantinya.
Cara demikian tidak dikenal Islam dalam pemilihan pemimpin negara. Masyarakat
berontak. Sebagian mengangkat Hussein anak Ali sebagai khalifah. Melalui
penipuan, Yazid menghancurkan kubu Hussein. Hussein yang berencana memenuhi
ajakan damai Muawiyah, ternyata dibunuh. Di padang Karbala, Hussein dipenggal.
Kepalanya dibawa ke Damaskus.
Abdullah anak Zubair juga tak mengakui kekhalifahan
Yazid. Abdullah berkedudukan di Mekah. Tentara kerajaan di masa Khalifah Abdul
Malik kemudian menyerbu Mekah. Keluarga Zubair dihancurkan. Abdullah wafat
dalam pertempuran pada 73 H atau 692 Masehi.
Di masa Muawiyah, kekuasaan melebar ke Barat hingga
Tunisia yang berada di seberang Italia. Di Timur, wilayah kekuasaan telah
menjangkau seluruh tanah Afghanistan sekarang. Ekspedisi laut berulangkali
menyerbu ke Byzantium, namum gagal menaklukkan Romawi. Wilayah itu kemudian
diperluas oleh Khalifah Abdul Malik. Wilayah Asia Tengah seperti Bukhara,
Khawarizm, Ferghana hingga Samarkand mereka kuasai. Pasukan Umayah bahkan
wilayah Sind dan Punyab di India dan Pakistan.
Terobosan paling monumental terjadi di Gibraltar,
Spanyol, di masa Khalifah Walid. Seluruh wilayah Afrika Utara -termasuk
Aljazair dan Maroko-mereka kuasai. Pada tahun 711 Masehi, Panglima Perang
Thariq bin Ziyad memimpin pasukan menyeberang selat dari Maroko ke dataran
Spanyol di Eropa. Ibukota Spanyol segera mereka kuasai. Demikian pula kota-kota
lain seperti Seville, Elvira dan Toledo. Seluruh Spanyol pun menjadi wilayah
kekusaan Bani Umayah.
Di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tentara Bani
Umayah di bawah komando Panglima Abdulrahman bin Abdullah Al-Ghafiqi, bergerak
dari Spanyol menuju Perancis. Setelah melalui pegunungan Piranee, mereka
menguasai Bordeau, Poitiers dan hendak maju ke kota Tours. Di tempat ini terjadi
pertempuran yang menewaskan Al-Ghafiqi. Tentara itu pun mundur kendali ke Spanyol.
Dengan rentang wilayah kekuasaan
yang sangat luas, di abad ke-8 Masehi tersebut, Bani Umayah merupakan kekuasaan
yang paling besar di dunia. Kekuasaan besar lainnya adalah Dinasti Tang di
wilayah Cina serta Romawi yang berpusat di Konstantinopel. Ke wilayah kekuasaan
Bani Umayah itulah Islam kemudian menyebar dengan cepat.
Namun adalah sebuah kemustahilan
untuk mempertahankan wilayah yang begitu luas terus-menerus. Apalagi masyarakat
kemudian kehilangan rasa hormatnya pada kekhalifahan. Pemberontakan muncul di
sana-sini. Yang terkuat adalah pemberontakan oleh Abdullah Asy-Syafah, atau Abu
Abbas. Ia keturunan Abbas bin Abdul Muthalib paman Rasulullah. Ia disokong oleh
keluarga Hasyim keluarga yang terus berseteru dengan Keluarga Umayah. Kalangan
Syi'ah -para pendukung fanatik Ali-mendukung pula gerakan ini.
Abu Abbas kemudian bersekutu
dengan tokoh kuat, Abu Muslim dari Khurasan. Pada tahun 750 Masehi, mereka
berhasil menjatuhkan kekuasaan Bani Umayah. Khalifah terakhir, Marwan bin
Muhammad, lari ke Mesir namun tertangkap danm dibunuh di sana. Berakhirlah
kekuasaan Bani Umayah ini, meskipun keturunannya kemudian berhasil membangun
Bani Umayah kedua di wilayah Spanyol.
Andalusia
(711-1492)
Bismillah. Tekad itu dipancangkan
Thariq bin Ziyad. Sebanyak 7.000 orang pasukan yang dipimpinnya mereka suku
Berber dan Arab telah selamat tiba di dataran Andalusia atau Spanyol. Mereka
telah mengarungi selat yang memisahkan tanah Maroko di Afrika Utara dengan
Eropa itu. Tanpa ragu sedikit pun Thariq memerintahkan untuk membakar
kapal-kapalnya. Pilihannya jelas terus maju untuk menang atau mati. Tak ada
kata untuk mundur dan pulang.
Peristiwa di tahun 711 Masehi itu
mengawali masa-masa Islam di Spanyol.Pasukan Thariq sebenarnya bukan misi
pertama dari kalangan Islam yang menginjakkan kaki di Spanyol. Sebelumnya,
Gubernur Musa Ibnu Nushair telah mengirimkan pasukan yang dikomandani Tharif
bin Malik. Tharif sukses. Kesuksesan itu mendorong Musa mengirim Thariq. Saat
itu, seluruh wilayah Islam masih menyatu di bawah kepemimpinan Khalifah
Al-Walid dari Bani Umayah.
Thariq mencatat sukses. Ia
mengalahkan pasukan Raja Roderick di Bakkah. Setelah itu ia maju untuk merebut
kota-kota seperti Cordova, Granada dan Toledo yang saat itu menjadi ibukota
kerajaan Gothik. Ketika merebut Toledo, Thariq diperkuat dengan 5.000 orang
tentara tambahan yang dikirim Musa.
Thariq sukses. Bukit-bukit di
pantai tempat pendaratannya lalu dinamai Jabal Thariq, yang kemudian dikenal
dengan sebutan Gibraltar. Musa bahkan ikut menyebarang untuk memimpin sendiri
pasukannya. Ia merebut wilayah Seville dan mengalahkan Penguasa Gothic,
Theodomir. Musa dan Thariq lalu bahu-membahu menguasai seluruh wilayah Spanyol
selatan itu.
Pada 755 Masehi, Abdurrahman
keturunan Keluarga Umayah yang lolos dari kejaran penguasa Abbasiyah-tiba di
Spanyol. Abdurrahman Ad-Dakhil, demikian orang-orang menjulukinya. Ia membangun
Masjid Cordova, dan menjadi penguasa tunggal di Andalusia dengan gelar Emir.
Keturunannya melanjutkan kekuasaan itu sampai 912 Masehi. Kalangan Kristen
sempat mengobarkan perlawanan "untuk mencari kematian" (martyrdom).
Namun Dinasti Umayah di Andalusia ini mampu mengatasi tantangan itu.
Abdurrahman Al-Aushat kemudian
menjadikan Andalusia sebagai pusat ilmu terpenting di daratan Eropa. Pada 912,
Abdurrahman An-Nasir mendengar kabar bahwa khalifah Abbasiyah di Baghdad tewas
dibunuh. Ia lalu menggunakan gelar khalifah. Ia mendirikan universitas Cordova
dengan perpustakaan berisi ratusan ribu buku.
Hal demikian dilanjutkan oleh
Khalifah Hakam. Pusat-pusat studi dibanjiri ribuan pelajar, Islam dan Kristen,
dari berbagai wilayah. Ladang-ladang pertanian Spanyol tumbuh dengan subur
mengadopsi kebun-kebun dari wilayah Islam lainnya. Sistem hidraulik untuk
pengairan dikenalkan. Andalusia inilah yang mendorong era pencerahan atau
renaissance yang berkembang di Italia.
Kekacauan timbul setelah Hakam
wafat dan kendali dipegang Manshur Billah seorang ambisius yang menghabisi
teman maupun lawan-lawannya. Kebencian masyarakat, baik Islam maupun Kristen
mencuat. Situasi tak terkendalikan lagi setelah Manshur Billah wafat. Pada
1013, Dewan Menteri menghapuskan jabatan khalifah. Andalusia terpecah-pecah
menjadi sekitar 30 negara kota.
Dua kekuatan dari Maghribi sempat
menyatukan kembali seluruh wilayah itu. Pertama adalah Dinasti Murabithun
(1086-1143) yang berpusat di Marakesy, Maroko. Pasukan Murabithun datang buat
membantu kalangan Islam melawan Kerajaan Castilla. Mereka memutuskan untuk
menguasai Andalusia setelah melihat Islam terpecah-belah. Dinasti Muwahiddun,
yang menggantikan kekuasaan Murabithun di Afrika Utara, kemudin juga
melanjutkan kepemimpinan Islam di Andalusia (1146-1235). Di masa ini, hidup
Ibnu Rusyd seorang pemikir besar yang banyak menafsirkan naskah Aristoteles.
Pada 1238 Cordova jatuh ke tangan
Kristen, lalu Seville pada 1248 dan akhirnya seluruh Spanyol. Hanya Granada
yang bertahan di bawah kekuasaan Bani Ahmar (1232-1492). Kepemimpinan Islam
masih berlangsung sampai Abu Abdullah meminta bantuan Raja Ferdinand dan Ratu
Isabella untuk merebut kekuasaan dari ayahnya. Abu Abdullah sempat naik tahta
setelah ayahnya terbunuh. Namun Ferdinand dan Isabella kemudian menikah dan
menyatukan kedua kerajaan. Mereka kemudian menggempur kekuatan Abu Abdullah
untuk mengakhiri masa kepemimpinan Islam sama sekali.
Sejak itu, seluruh pemeluk Islam
(juga Yahudi), dikejar-kejar untuk dihabisi sama sekali atau berpindah agama.
Kekejian penguasa Kristen terhadap pemeluk Islam itu dibawa oleh pasukan
Spanyol yang beberapa tahun kemudian menjelajah hingga Filipina. Kesultanan
Islam di Manila mereka bumihanguskan, seluruh kerabat Sultan mereka bantai.
Memasuki Abad 16, Tanah Andalusia
yang selama 8 Abad dalam kekuasaan Islam kemudian bersih sama sekali dari
keberadaan Muslim.
Kairo
(969-1517)
Islam menyentuh wilayah Mesir pada
628 Masehi. Ketika itu Rasulullah mengirim surat pada Gubernur Mukaukis yang
berada di bawah kekuasaan Romawi-mengajak masuk Islam. Rasul bahkan menikahi
gadis Mesir, Maria.
Pada 639 Masehi, ketika Islam di
bawah kepemimpinan Umar bin Khattab, 3000 pasukan Amru bin Ash memasuki Mesir
dan kemudian diperkuat pasukan Zubair bin Awwam berkekuatan 4000 orang.
Mukaukis didukung gereja Kopti menandatangani perjanjian damai. Sejak itu,
Mesir menjadi wilayah kekuasaan pihak Islam. Di masa kekuasaan Keluarga Umayah,
dan kemudian Abbasiyah, Mesir menjadi salah satu provinsi seperti semula.
Mesir baru menjadi pusat kekuasaan
dan juga peradaban Muslim-baru pada akhir Abad 10. Muiz Lidinillah membelot
dari kekuasaan Abbasiyah di Baghdad, untuk membangun kekhalifahan sendiri yang
berpaham Syi'ah. Ia menamai kekhalifahan itu Fathimiah dari nama putri Rasul
yang menurunkan para pemimpin Syi'ah, Fatimah. Pada masa kekuasaannya
(953-975), Muiz menugasi panglima perangnya, Jawhar al-Siqili, untuk membangun
ibu kota .
Di dataran tepi Sungai Nil itu
kota Kairo dibangun. Khalifah Muiz membangun Masjid Besar Al-Azhar (dari
"Al-Zahra", nama panggilan Fatimah) yang dirampungkan pada 17
Ramadhan 359 Hijriah, 970 Masehi. Inilah yang kemudian bekembang menjadi
Universitas Al-Azhar sekarang, yang juga merupakan universitas tertua di dunia
saat ini.
Muiz dan para penggantinya, Aziz
Billah (975-996) dan Hakim Biamrillah (996-1021) sangat tertarik pada ilmu
pengetahuan. Peradaban berkembang pesat. Kecemerlangan kota Kairo -baik dalam
fisik maupun kehidupn sosialnya mulai menyaingi Baghdad. Khalifah Hakim juga
mendirikan pusat ilmu Bait al-Hikam yang mengoleksi ribuan buku sebagaimana di
Baghdad.
Di masa tersebut, Ibnu Yunus
(wafat 1009) menemukan sistem pendulum pengukur waktu yang menjadi dasar arloji
mekanik saat ini. Lalu Hasan ibn Haitham menemukan penjelasan fenomena
"melihat". Sebelum itu, orang-orang meyakini bahwa orang dapat
melihat sesuatu karena adanya pancaran sinar dari mata menuju obyek yang
dilihat. Ibnu Haytham menemukan bahwa pancaran sinar itu bukanlah dari mata ke
benda tersebut, melainkan sebaliknya. Dari benda ke mata.
Gangguan politik terus-menerus
dari wilayah sekitarnya menjadikan wibawa Fathimiyah merosot. Pada 564 Hijriah
atau 1167 Masehi, Salahuddin Al-Ayyubi mengambil alih kekuasaan Fathimiyah.
Tokoh Kurdi yang juga pahlawan Perang Salib tersebut membangun Dinasti
Ayyubiyah, yang berdiri disamping Abbasiyah di Baghdad yang semakin lemah.
Salahuddin tidak menghancurkan
Kairo yang dibangun Fathimiyah. Ia malah melanjutkannya sama
antusiasnya. Ia hanya mengubah paham keagamaan negara dari Syiah menjadi Sunni.
Sekolah, masjid, rumah sakit, sarana rehabilitasi penderita sakit jiwa, dan
banyak fasilitas sosial lainnya dibangun. Pada 1250 delapan tahun sebelum
Baghdad diratakan dengan tanah oleh Hulagu kekuasaan diambil alih oleh kalangan
keturunan Turki, pegawai Istana keturunan para budak (Mamluk).
Di Istana, saat itu terjadi
persaingan antara militer asal Turki dan Kurdi. Sultan yang baru naik,
Turansyah, dianggap terlalu dekat Kurdi. Tokoh militer Turki, Aybak
bersekongkol dengan ibu tiri Turansyah, Syajarah. Turansyah dibunuh. Aybak dan
Syajarah menikah. Namun Aybak juga membunuh Syajarah, dan kemudian Musa,
keturunan Ayyubiyah, yang sempat diangkatnya.
Di saat Aybak menyebar teror itu,
tokoh berpengaruh Mamluk bernama Baybars mengasingkan diri ke Syria. Ia baru
balik ke Mesir, setelah Aybak wafat dan Ali anak Aybak mengundurkan diri untuk
digantikan Qutuz. Qutuz dan Baibars bertempur bersama untuk menahan laju
penghancuran total oleh pasukan Hulagu. Di Ain Jalut, Palestina, pada 13
September 1260 mereka berhasil mengalahkan pasukan Mongol itu. Baybars
(1260-1277) yang dianggap menjadi peletak pondasi Dinasti Mamluk yang
sesungguhnya. Ia mengangkat keturunan Abbasiyah yang telah dihancurkan Hulagu
di Baghdad untuk menjadi khalifah. Ia merenovasi masjid dan
universitas Al-Azhar. Kairo dijadikannya sebagai pusat peradaban dunia. Ibnu
Batutah yang berkunjung ke Mesir sekitar 1326 tak henti mengagumi Kairo yang
waktu itu berpenduduk sekitar 500-600 ribu jiwa atau 15 kali lebih banyak
dibanding London di saat yang sama.
Ibnu Batutah tak hanya mengagumi
'rihlah', tempat studi keagamaan yang ada hampir di setiap masjid. Ia terpesona
pada pusat layanan kesehatan yang sangat rapi dan "gratis". Sedangkan
Ibnu Khaldun menyebut: "mengenai dinasti-dinasti di zaman kita, yang
paling besar adalah orang-orang Turki yang ada di Mesir."
Pusat peradaban ini nyaris hancur
di saat petualang barbar Timur Lenk melakukan invasi ke Barat. Namun Sultan
Barquq berhasil menahan laju pasukan Mongol tersebut. Dengan demikian Mamluk
merupakan pusat kekuasaan yang duakali mampu mengalahkan tentara Mongol.
Pada ujung abad 15, perekonomian
di Mesir menurun. Para pedagang Eropa melalui Laut Tengah tak lagi harus
tergantung pada Mesir untuk dapat berdagang ke Asia. Pada 1498, mereka
"menemukan" Tanjung Harapan di Afrika Selatan sebagai pintu
perdagangan laut ke Asia. Pada 1517, Kesultanan Usmani di Turki menyerbu Kairo
dan mengakhiri sejarah 47 sultan di Dinasti Mamluk tersebut.
Perang Salib
(1095- 1291)
Raja Inggris, Richard si Hati
Singa, tengah menggigil demam di tendanya. Ambisinya untuk segera menghancurkan
pasukan Islam harus ia tunda. Tentara harus ia istirahatkan. Kini ia menunggu
kedatangan seorang tabib. Tabib itu ternyata adalah musuh besarnya, Salahuddin
Al-Ayyubi, panglima besar pihak Islam yang dengan berani menyusup ke tenda
lawan. Secara moral, Salahuddin telah memenangkan pertarungan.
Kisah tersebut sering dituturkan,
dan menjadi salah satu cerita paling menarik dalam peristiwa Perang Salib.
Peristiwa perang antar agama ini bermula dari sukses misi kecil militer Alp
Arselan pemimpin Seljuk yang menjadi panglima perang Daulat Abbasiyah. Sekitar
15.000 tentaranya berhasil mengalahkan pasukan gabungan Romawi, Perancis,
Armenia, Ghuz, Akraj, Hajr dalam pertempuran di Manzikart 464 Hijriah (1071
Masehi).
Tentara Baghdad, sepeninggal
Arselan, malah merebut Yerusalem pada 471 Hijriah atau sekitar 1078 Masehi.
Sebelum itu, Yerusalem dikuasai oleh Kekhalifahan Fathimiyah dinasti beraliran
Syi'ah yang berpusat di Kairo Mesir. Fathimiyah memberi keleluaasan bagi
orang-orang Nasrani untuk berkunjung ke kota suci Yerusalem. Abbasiyah di
Baghdad membuat ketentuan baru yang mempersulit kunjungan tersebut.
Pada 1095 Masehi, pemimpin
tertinggi Katolik Paus Urbanus II menyeru seluruh masyarakat Kristen di Eropa
agar melakukan Perang Suci. Seruan tersebut segera disambut oleh para raja.
Musim semi 1095 Masehi demikian tulis Badri Yatim di "Sejarah Peradaban
Islam" 150 ribu pasukan, terutama dari Perancis dan Norman, bergerak ke
Konstantinopel dan kemudian Yerusalem.
Nicea dan Edessa berhasil mereka
rebut pada 18 Juni 1097 dan 1098. Mereka kemudian merebut Antiokia. Baitul
Maqdis atau Yerusalem bahkan jatuh pada 15 Juli 1099. Yerusalem bahkan
dijadikan ibukota kerajaan baru. Godfrey diangkat sebagai raja. Kota-kota
penting di pantai Laut Tengah seperti Tyre, Tripoli dan Akka juga berhasil
dikuasai Pasukan Salib.
Hampir setengah abad wilayah
Yerusalem dan laut Tengah itu penuh dalam kekuasaan Kristen. Namun, pada 1144,
ketenangan itu terusik. Penguasa Mosul dan Irak, Imaduddin Zanki dan anaknya,
Nuruddin Zanki merebut wilayah Aleppo dan Edessa. Pada 1151, seluruh kawasan di
Edessa berhasil mereka kuasai. Ini mendorong Paus Eugenius III kembali
menyerukan perang suci. Raja Perancis Louis III dan Raja Jerman Condrad III
memimpin pasukan menggempur kekuatan Islam. Namun mereka kalah, dan terpaksa
mundur.
Salahuddin Al-Ayyubi, panglima
yang memegang kendali pasukan setelah Nuruddin wafat, malah mencatat sukses
besar. Ia mendirikan kekhalifahan Ayyubiyah di Mesir menggantikan kekuasan
Fathimiyah. Pada 1187, ia berhasil merebut Yerusalem dan mengakhiri kekuasaan
kaum Nasrani di sana selama 88 tahun. Pasukannya juga harus berhadapan dengan
kekuatan paling besar yang dikomandoi Raja Inggris Richard, Raja Perancis
Philip Augustus serta Raja Jerman Frederick Barbarosa.
Pada 2 Nopember 1192, Salahuddin
-tokoh terbesar Kurdi (bangsa yang sekarang terbelah di tanah yang menjadi
wilayah Irak, Syria, Turki dan Iran) menandatangani perjanjian dengan musuhnya.
Ia akan memberi kemudahan kaum Nasrani berkunjung ke Yerusalem. Namun pihak
Kristen, yang dikomandoi Raja Jerman Frederick II, kemudian mengincar kembali
Yerusalem. Mereka berhasil merebut wilayah Dimyar, pada 1219. Pengganti
Salahuddin, Malik al-Kamil, kemudian menukar Dimyar dengan Yerusalem.
Kalangan Nasrani sempat menguasai
kembali Baitul Maqdis sekitar seperempat abad. Namun, angin kembali berubah. Di
Mesir, kekuasaan kekhalifahan Ayyubiyah diakhiri oleh dinasti Mamluk. Malik
al-Shalih, pemimpin Mamluk merebut kembali Baitul Maqdis, pada 1247. Setelah
itu, perang Islam-Kristen masih terus terjadi sampai kota Akka direbut lagi
pihak Islam pada 1291.
Perang Salib telah mengantarkan
orang-orang Eropa dalam jumlah besar untuk berinteraksi dengan masyarakat
Islam. Interaksi tersebut membuat mereka banyak mengadopsi peradaban dari
kalangan muslim.'Bath-up' yang menjadi tempat mandi masyarakat Barat sekarang
ini, kabarnya diadopsi dari bejana tempat berwudhu orang-orang Turki muslim.
Namun Perang Salib juga melahirkan provokasi kebencian terhadap Islam di
lingkungan masyarakat Barat
Prahara Timur Lenk
(1336-1404)
Namanya Timur Lenk. Si Timur Pincang. Ia anak Taragai,
Kepala Suku Barlas di wilayah Uzbekistan kini. Sang ayah kabarnya
keturunan Karachar Noyan menteri dan kerabat Jagatai, anak Jenghis Khan. Namun
Timur Lenk sendiri sering disebut sebagai keturunan Jenghis Khan.
Secara resmi keturunan Mongol ini
telah memeluk Islam. Diperkirakan ia lahir pada 25 Sya'ban 736 Hijriah, atau 8
April 1336 Masehi. Sejak kecil, keberaniannya nampak luar biasa. Pada usia 12
tahun, ia telah terlibat dalam sejumlah pertempuran. Ketika ayahnya wafat,
Timur bergabung dengan pasukan Gubernur Tansoxiana, Amir Qaghazan, sampai
gubernur itu meninggal.
Serbuan pasukan Tughluq Temur Khan
melambungkan nama Timur Lenk. Ia bertempur sampai mengundang perhatian Tughluq.
Ia direkrut Tughluq menjadi pasukannya, namun kemudian memberontak setelah
Tugluq mengangkat anaknya, Ilyas Khoja sebagai Gubernur Samarkand dan hanya
menjadikan Timur sebagai wazir.
Timur bergabung dengan Amir Husain cucu Qaghazan.
Tughulq dan Ilyas Khoja tewas dalam pertempuran. Kemudian Timur malah membunuh
Amir Husain yang juga iparnya sendiri. Pada 10 April 1370, ia mengangkat
dirinya sebagai penguasa tunggal. "Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di
alam ini, maka di bumi seharusnya hanya ada satu raja." Demikian semboyannya.
Sejak itu, Timur menebar maut sebagaimana dilakukan Hulagu seabad sebelumnya.
Khurasan, Afghan, Persia ,
Kurdistan dikuasainya. Di Sabwazar, Afghanistan, ia membangun menara terbuat
dari 2000 mayat dibalut dengan lumpur. Pada 1395, ia menyerbu Moskow. Lalu balik
lagi ke Timur ke India tempat ia konon membantai 80 ribu tawanannya. Kebiadaban
terus ditebarkan. Pusat-pusat peradaban Islam dihancurkannya kecuali Samarkand.
Di tempat ini, ia malah membangun kota dengan mendatangkan batu dari Delhi,
India, dengan diangkut oleh gajah.
Di Aleppo, Syria, Timur Lenk
membangun piramida dari sekitar 20 ribu kepala manusia. Di Baghdad, sebanyak
itu pula penduduk yang dibantainya. Di Armenia, 4000 tentara musuh dikubur
hidup-hidup. Sekolah dan masjid-masjid di sekitar Irak dihancurkan. Masjid
Umayah di Damaskus dihancurkannya sehingga tinggal dinding. Tak terhitung lagi
jumlah korban Timur Lenk.
Timur juga menggempur dua
kesultanan penting. Yakni kesultanan Usmani di Turki serta Mamluk di Mesir. Dalam
pertempuran melawan Timur Lenk, Usmani dipimpin sendiri oleh Sultan Bayazid I.
Erthugul, anak Bayazid, tewas. Dalam pertempuran berikutnya, perang di Ankara
1404, Bayazid bahkan tertawan dan meninggal sebagai tawanan. Di Takrit kota
kelahiran Salahuddin Al-Ayyubi-Timur Lenk juga membangun piramida manusia.
Dinasti Mamluk di Mesir tak luput
dari ancamannya. Apalagi Sultan Malik Zahir Barquq melindungi penguasa Baghdad
yang melarikan diri, Sultan Ahmad Jalair. Namun, seperti menghadapi Hulagu
sebelumnya, Mesir akhirnya luput dari serangan Timur. Serangan Timur Lenk
benar-benar menghancurkan peradaban Islam. Praktis hanya Mesir yang selamat.
Baghdad yang belum pulih akibat serangan Hulagu Khan dulu, kini remuk kembali.
Tak puas menjarah ke Barat, Timur Lenk kemudian
mengincar Cina di timur. Padahal saat itu, ia telah berusia 71 tahun. Saat
hendak melakukan invasi itu, Timur Lenk sakit dan meninggal pada 1404. Dua orang anaknya,
Muhammad Jehanekir dan Khalil bertempur hebat memperebutkan kursi sang ayah. Khalil
(1404-1404) menang, namun dikudeta oleh saudaranya yang lain, Syakh Rukh
(1405-1447). Syakh Rukh dan anaknya, Ulugh Bey (1447-1449) memimpin negaranya
dengan baik. Ilmu pengetahuan kembali berkembang. Namun tidak lama. Pada 1469,
kekuasaan keluarga Timur Lenk itu ambruk.
Timur adalah salah seorang pemimpin paling brutal dalam
sejarah. Sepak terjangnya menghancurkan masyarakat Islam habis-habisan. Namun,
ironisnya, Timur Lenk adalah seorang muslim. Kabarnya, ia berpaham Syi'ah namun
dekat dengan tarekat Naqsabandiyah. Dalam kehidupan sehari-hari, ia seperti
menghormati para ulama. Dikabarkan ia dengan sangat hormat menerima sejarawan
besar Ibnu Khaldun yang ditugasi Sultan Faraj untuk berunding.
Apapun, noda hitam telah terlalu banyak ditorehkan Timur
Lenk. Terlalu banyak merah darah yang telah dibanjirkannya.
Serbuan Hulagu Khan
Baghdad 1258. Tepian sungai Tigris itu menampakkan
pemandangan ganjil. Dari dataran sekelilingnya, kecemerlangan kota tampak
jelas. Gedung-gedung megah bertaburan tertata secara rapi. Saat itu, hampir
tidak ada kota di dunia segemerlap Baghdad. Namun ribuan tenda mendadak
bermunculan di luar kota. Itulah tenda pemimpin Mongol, Hulagu Khan, beserta
200-an ribu pasukannya.
Sejarah mencatat, Khalifah Al-Mu'tashim dan para
pembesar Kekhalifahan Abbasiyah dengan senang hati menemui Hulagu. Ia membawa
berbagai macam hadiah. Hulagu menerima mereka dengan dingin. Ia memenggal
kepala khalifah dan seluruh pengikutnya satu per satu. Hulagu kemudian
memerintahkan pasukannya untuk meratakan Baghdad dengan tanah. Bukan hanya
istana dan gedung-gedung kerajaan saja. Namun juga rumah penduduk, masjid,
serta madrasah, universitas dan perpustakaan.
Kemegahan Baghdad habis tanpa
bekas. Seluruh warga tewas dibantai, kecuali yang sempat lari menyelamatkan
diri. Peristiwa ini merupakan salah satu penghancuran terbesar kebudayaan
masyarakat Islam yang telah berkembang selama lebih 6 (enam) abad.
Hulagu tetap tinggal di tendanya. Ia sepenuhnya
mewakili karakter masyarakatnya, bangsa Mongol, saat itu yang sangat sederhana
namun brutal. Mulanya bangsa itu adalah kelompok-kelompok kecil pemburu dan
penggembala di padang stepa di utara Cina hingga Siberia. Mereka mempercayai
sebagai keturunan Alanja Khan yang mempunyai dua anak kembar, Tatar dan Mongol.
Adalah Yasugi Bahadur Khan yang diyakini sebagai
pemersatu kelompok-kelompok Mongol. Setelah meninggal, kepemimpinan dilanjutkan
oleh anaknya, Temujin yang berusia 13 tahun. Pada 1206, Temujin mendapat gelar
Jenghis Khan. Ia membangun pasukan laki-laki dan pertempuan dalam kelompok 10,
200, serta 1.000 orang yang masing-masing dipimpin oleh seorang komandan.
Dengan pasukannya itu, ia menaklukkan Cina dan
menguasai sepenuhnya Asia Tengah. Kota-kota indah seperti Samarkand, Bukhara
dihancurkan sama sekali. Penduduk dibantai habis-habisan. Sultan Ala Al-Din
mencoba menghadang gerak pasukan itu di Bukhara. Ia tewas dalam pertempuran.
Jalal Al-Din, anaknya, terpaksa lari ke India.
Jenghis Khan mewariskan semangat
berpetualang dan kebrutalan itu pada anak cucunya. Keempat anaknya, Juchi,
Chagatai, Ogotai dan Tuli melanjutkan petualangan tersebut, menjarah
wilayah-wilayah Islam. Salah seorang cucu Jenghis, kemudian malah membangun
armada laut yang melakukan ekspedisi militer hingga wilayah Nusantara, sehingga
melahirkan insiden Tarik Jawa Timur, yang melahirkan kerajaan Majapahit.
Chagatai menguasai wikayah
Ferghana hingga Azerbaijan. Saudaranya, Tuli menduduki Khurasan. Saat itu,
kerajaan Islam terpecah belah dan tak mempunyai kekuatan berarti. Sangat mudah
bagi pasukan Mongol yang menghormat matahari terbit untuk menaklukkan mereka.
Sebelum meninggal pada 1256, Tuli sudah menguasai sebagian wilayah Irak. Hulagu
tinggal melanjutkannya untuk menaklukkan Baghdad.
Damaskus, Yordania, Nablus dan
Gaza dengan mudah dikuasai pasukan Hulagu. Mereka mengincar Mesir yang dikuasai
kesultanan Mamluk. Panglima Kitbugha mengirim utusan ke Mesir yang meminta
Sultan Qutuz menyerah. Utusan Qitbhuga malah dibunuh. Di 'Ain Jalut, Sultan
Qutuz bersama panglima Baybars memimpin sendiri pasukannya bertempur melawan
pasukan Hulagu. Untuk pertama kalinya, pasukan Mongol dapat ditaklukkan.
Kekuasaan Mongol dilanjutkan oleh
anak cucu Hulagu, yang dikenal dengan sebutan dinasti Ilkhan. Abaga, anak
Hulagu, memeluk Krtisten. Penggantinya, Ahmad Teguder (1282-1284) masuk Islam,
namun dibunuh oleh Arghun, raja keempat yang bertindak kejam terhadap
orang-orang Islam. Posisi umat Islam membaik di masa raja ke tujuh Ikhan,
Mahmud Ghazan (1295-1304). Ia sempat menganut ajaran Budha sebelum beralih ke
Islam.
Ghazan tertarik pada masalah
peradaban. Ia membangun perguruan tinggi untuk mazhab Syafii serta Hanafi,
observatorium, perpustakaan, bahkan juga padepokan atau semacam biara buat kaum
sufi. Ia meninggal dalam usia 32 tahun, dan digantikan Muhammad Khudabanda
Uljeitu (1304-1317), seorang penganut Syi'ah garis keras. Sultan terakhir dari
Dinasti Ilkhan adalah Abu Sa'id (1317-1335). Kekuasaannya hancur setelah
terjadi bencana kelaparan hebat akibat serangan badai dan hujan es. Kekuasaan
pun terpecah belah, sampai kemudian dihancurkan oleh Timur Lenk, penakluk
brutal lainnya yang juga keturunan Mongol.
Serbuan Jenghis Khan hingga Hulagu
Khan benar-benar membuat masyarakat Islam harus membangun kehidupan baru dari
tingkat yang paling dasar. Tidak ada lagi wujud peradaban yang tersisa dari
wilayah Asia Tengah, Selatan hingga Timur Tengah. Syukurlah, Dinasti Mamluk
mampu mempertahankan wiyah Mesir. Dari Mesirlah, kemudian peradaban Islam
dibangun kembali